MAKALAH
LEMBAGA KEUANGAN NON BANK
Tentang
Otoritas Jasa Keuangan Syariah dan Lembaga
Penjamin Simpanan
(OJK dan LPS)
Di susun:
RACHELMA JUWITA
1630401134
Blog: rachelmajuwitaiainbsk.blogspot.com
DosenPembimbing
Dr.H. Syukri Iska, M.AG
Ifelda Nengsih SEI.,MA
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI(IAIN)
BATUSANGKAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda
ditahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak-poranda. sejak itu
maka dilahirkan kesepakatan untuk membentuk otoritas jasa keuangan (OJK)
pada
tanggal 27 oktober 2011, RUU Otoritas Jasa Keuangan disahkan oleh DPR, dan
selanjutnya pemerintah mensahkan dan mengundangkan UU No 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan dalam lembaran negara republik pada tanggal 22 november 2011. berikut isi UU no 21 tahun 2011. OJK
berkedudukan di Ibu Kota Negara kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor keuangan.
OJK
adalah lembaga yang indenpenden dan bebas dari campur tangan pihak lain yang
mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyelidikan.
A.
Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian OJK dan LPS?
2. Bagaimanakah tugas dan wewenang OJK?
3. Bagaimanakah mekanisme kerja OJK dan LPS?
B.
Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian OJK dan LPS
2.
Mengetahui
tugas dan wewenang OJK
3.
Mengetahui
mekanisme kerja OJK dan LPS
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian OJK dan LPS
1.
Pengertian
Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas
jaa keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 21
Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,
yang mempunyai tugas dan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyidikan. OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK
dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan
peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk
melindungi konsumen industri jasa keuangan.
2.
Pengertian
Lembaga Penjamin Simpanan
Lembaga
penjamin simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin
simpanan nasabah perbankan di indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan
undang-undang republik indonesia nomor 24 tentang lembaga penjamin simpanan
yang ditetapkan pada 22 september 2004. Undang- undang ini dimulai berlaku
efektik 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS
dimulai pada 22 september 2005. Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha
wilayah republik indonesia wajib menjadi peserta penjamin LPS. (sudarso,
2003, hal. 14)
Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) adalah Lembaga yang independen, transparan, dan
akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Sebagai lembaga yang menjamin simpanan nasabah, LPS sangat
berkepentingan terhadap tingkat kesehatan bank baik secara individual maupun
secara agregat. Untuk menjaga tingkat kesehatan bank secara individual (micro
prudential) maupun secara agregat (macro prudential) diperlukan
pengawasan perbankan yang efektif.
Keberadaan
LPS dalam sistem perbankan di Indonesia ditegaskan di dalam Pasal 2
Undang-Undang RI Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS). LPS
bertanggung jawab kepada presiden dan dalam kegiatannya merupakan lembaga
independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Independensi LPS mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya,
LPS tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun termasuk pemerintah kecuali atas
hal-hal yang dinyatakan secara jelas di dalam undang-undang LPS.
mengingat
bahwa kebijakan penjaminan dapat berdampak pada sektor perbankan dan fiskal,
maka di dalam LPS terdapat wakil dari masing-masing otoritas yang berwenang. Keberadaan
para wakil otoritas tersebut dimaksud untuk bersamasama merumuskan kebijakan
penjaminan yang dapat mendukung kebijakan pada sektor-sektor tersebut. Namun
pada pelaksanaan kebijakan tersebut merupakan sepenuhnya tanggung jawab dan
kewenangan LPS tanpa dapat dicampurtangani oleh pihak manapun. Sebagai contoh
dalam melaksanakan tugas penyelesaian bank yang dicabut izin usahanya,
khususnya dalam rangka penjualan/pengalihan aset bank tersebut, LPS tidak dapat
dipengaruhi oleh kepentingan pihak luar termasuk pemerintah. (simorangkir, 1998, hal. 10)
3.
Fungsi dan
wewenang Lembaga Penjamin Simpanan
Fungsi LPS
adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara
stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal menjalankan
fungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan, LPS mempunyai tugas merumuskan dan
menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan dan melaksanakan
penjaminan simpanan tersebut. LPS dalam menjalankan fungsinya untuk turut aktif
dalam memelihara stabilitas sistem perbankan memiliki tugas yaitu:
a. Merumuskan,
menetapkan, dan melaksanakan kebijakan dalam hal stabilitas perbankan
b. Merumuskan,
menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal (bank
resolution) yang tidak berdampak sistemik dan Melaksanakan penanganan bank
gagal yang berdampak sistemik. (Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004
tentang LPS)
4.
Nilai-nilai
otoritas jasa keuangan
a.
Integritas
Integritas
adalah bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan
kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
b.
Profosionalisme
Profesionalisme
adalah bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan konpetensi yang tinggi untuk
mencapai kinerja terbaik.
c.
Sinergi
Sinergi adalah
berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun
eksternal secara produktif dan berkualitas.
d.
Inklusif
Inklusif adalah
terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas
kesempatan dana masyarakat terhadap industri keuangan.
e.
Visioner
Visioner adalah
memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke depan (forward loonking)
serta dapat berpikir di luar kebiasaan (out of the box thinking).
(https://riyanikusuma.wordpress.com)
5.
Tujuan
Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas
jasa keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan diseluruh sektor
keuangan:
1.
Terselenggara
secara teratur, adil, transparan, dan akuntable.
2.
Mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan.
3.
Mampu
melindungi kegiatan konsumen dan masyarakat. (undang Republik Indonesia nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bab III pasa 4)
B.
Tugas dan wewenang OJK
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan
jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun,
lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya, antara lain melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain
terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa
keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada Lembaga Jasa Keuangan. (Amina, 2012, hal. 8)
OJK
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1.
Kegiatan
jasa keuangan disektor perbankan.
2.
Kegiatan
jasa keuangan disektor pasar modal, dan kegiatan jasa keuangan disektor
peransuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan
lainnya.
Untuk melakukan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:
a.
Menetapkan
peraturan pelaksanaan undang-undang ini
b.
Menetapkan
peraturan perundang-undangan disektir jasa keuangan.
c.
Menetapkan
peraturan dan keputusan OJK.
d.
Menetapkan
peraturan mengenai pengawasan disektor jasa keuangan.
e.
Menetapkan
kebijakan mengenai pelaksanaan tigas OJK.
f.
Menetapkan
peraturan mengenai tatacara penetapan perintah tertulis terhadap lembag jasa
keuangan dan pihak tertentu.
g.
Menetapkan
peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa
keuangan.
h.
Menetapkan
struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menata
usaha kekayaan dan kewajiban.
i.
Menetapkan
peraturan mengenai tata cara mengenai sanksi sesuai dengan penentuan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan OJK mempunyai wewenang:
1.
Menetapkan
kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan.
2.
Mengawasi
pelaksanaan tugas pengawsan yang dilaksanakan oleh kepala eksekutif.
3.
Melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyedikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain
terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan /atau penunjang kegiatan jasa keuangan
sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan disektor keuangan.
4.
Memberi
perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak tertentu.
5.
Melakukan
penunjukan pengelola statuter
6.
Menetapkan
penggunaan pengelola statuter
7.
Menetapkan
sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
8.
Memberikan
dan/atau mencabut:
a.
Izin
usaha
b.
Izin
orang perseorangan
c.
Efektifnya
pernyataan pendaftaran
d.
Surat
tanda terdaftar
e.
Persetujuan
melakukan kegiatan usaha
f.
Pengesahan
g.
Persetujuan
atau penetapan pembubaran
h.
Penetapkan
lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan.
C.
Dewan Komisioner
OJK dipimpin oleh dewan komisioner bersifat kolektif dan kolegial.
Dewan komisioner ditetapkan dengan keputusan presiden dan beranggotakan 9
(sembilan orang anggota bisa surat tanah ke bank.
D.
Asas-Asas Otoritas Jasa Keuangan
OJK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus berlandaskan
pada asas-asas sebagai berikut:
a.
Asas
independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan
fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b.
Asas
kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan OJK;
c.
Asas
kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen
dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
d.
Asas
keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur,dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan OJK, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
e.
Asas
profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas
dan wewenang OJK, dengan tetap berlandaskan pasa kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
f.
Asas
integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap
tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan OJK;
g.
Asas
akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
publik. (undang-undang no 21 tahun 2011)
E.
Mekanisme Kerja OJK dan LPS
OJK berkoordinasi dengan BI dalam rangka penanganan bank
bermasalah. OJK dan BI membuat peraturan pengawasan dalam pemenuhan modal
minimum bank, produk-produk perbankan serta sistem informasi perbankan yang
terbentuk secara terpadu. BI dalam pelaksanaan wewenangnya melakukan
pemeriksaan khusus terhadap suatu bank tertentu wajib menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK. Dalam pemeriksaan tersebut BI tidak
dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan suatu bank.
OJK juga berkoordinasi dengan LPS terhadap suatu bank bermasalah
yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK. Bentuk koordinasi yang dilakukan
antara OJK dengan LPS adalah berupa informasi-informasi berdasarkan penilaian
yang dilakukan OJK. LPS juga dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang
terkait dengan tugas, fungsi, dan wewenangnya yang didahulukan dengan dikoordinasikan
bersama OJK.
Selain
itu, OJK juga berkoordinasi dengan :
a.
BI
dan LPS untuk melakukan pengawasan bersama dalam rangka mendukung tugas dan
wewenang masing-masing lembaga, serta membangun dan memelihara sarana
pertukaran informasi secara terintegrasi untuk mendukung kegiatan tersebut
serta melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap stabilitas sistem keuangan;
b.
Penegak
hukum dan instansi, lembaga dan/atau pihak lain yang memiliki
c.
Menteri
Keuangan, BI dan LPS untuk mencegah dan menangani kondisi krisis berdasarkan
peraturan perundangan mengenai jaring pengaman sistem keuangan;
d.
Otoritas
Pengawas Perbankan, Pasar Modal negara lain serta organisasi atau lembaga
internasional lainnya. (Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) yang dimuat dalam http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/, didownload
tanggal 19 Desember 2017, hal.23-24)
Simpanan nasabah berdasarkan prinsip
syariah yang dijamin oleh LPS, sesuai dengan pasal 4 UU No. 24 Tahun 2004, LPS
menjalankan fungsi untuk menjamin simoanan nasabah bank dan turut aktif dalam
stabilitas sistem perbankan. Selanjutnya berdasarkan pasal 96, pelaksanaan
fungsi LPS juga dilaksanakan bagi bank berdasarkan prinsip syariah, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah, yakni PP No. 39
Tahun 2005.
Simpanan nasabah bank berdasarkan
prinsip syariah yang dijamin oleh LPS berbentuk sebagai berikut:
1.
Giro
berdasarkan prinsip wadiah
2.
Tabungan
berdasarkan prinsip wadiah
3.
Tabungan
berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah atau prinsip mudharabah
muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank.
4.
Deposito
berdasarkan prinsip mudharabah muqayyah yang risikoya ditanggung oleh
bank.
5.
Simpanan
berdasarkan prinsip syariah lainnya yang diterapkan oleh LPS setelah mendapat
pertimbangan Lembaga Pengawas Syariah. (Adrian, 2009, hal. 156)
BAB
III
PENUTUP
B.
Kesimpulan
OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain, yang mempunyai tugas dan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. OJK didirikan untuk menggantikan peran
Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan,
dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank,
serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.
Lembaga penjamin simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen
yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di indonesia.
Adapun Fungsi LPS adalah menjamin simpanan
nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan
sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal menjalankan fungsi menjamin simpanan
nasabah penyimpan, LPS mempunyai tugas merumuskan dan menetapkan kebijakan
pelaksanaan penjaminan simpanan dan melaksanakan penjaminan simpanan tersebut.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Adrian, Sutedi. 2009. Perbankan Syariah Tinjauan Dan
Beberapa Segi Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sudarso, Heri. 2003. Bank Dan Lembag Keuangan Syariah
Deskripsi Dan Ilustrasi, Yogyakarta: Kampus Fakultas Ekonomi UII.
Amina, Zaidatul 2012. Kajian Pembentukan Otoritas
Jasa Keuangan Di Indonesia, Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.
Simorangkir.1998. Seluk Beluk Bank Komersil, Jakarta: Perbasnas.
Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang
dimuat dalam http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/, didownload tanggal 19
Desember 2017, hal.23-24)
Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar