Kamis, 21 Desember 2017

MAKALAH OTORITAS JASA KEUANGAN DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN




MAKALAH
LEMBAGA KEUANGAN NON BANK
Tentang
Otoritas Jasa Keuangan Syariah dan Lembaga Penjamin Simpanan
(OJK dan LPS)
Di susun:
RACHELMA JUWITA
1630401134
Blog: rachelmajuwitaiainbsk.blogspot.com
DosenPembimbing
Dr.H. Syukri Iska, M.AG
Ifelda Nengsih SEI.,MA

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
BATUSANGKAR
2017


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda ditahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak-poranda. sejak itu maka dilahirkan kesepakatan untuk membentuk otoritas jasa keuangan (OJK)
pada tanggal 27 oktober 2011, RUU Otoritas Jasa Keuangan disahkan oleh DPR, dan selanjutnya pemerintah mensahkan dan mengundangkan UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam lembaran negara republik pada tanggal 22 november  2011. berikut isi UU no 21 tahun 2011. OJK berkedudukan di Ibu Kota Negara kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor keuangan.
OJK adalah lembaga yang indenpenden dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyelidikan. 
A.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian OJK dan LPS?
2.      Bagaimanakah tugas dan wewenang OJK?
3.      Bagaimanakah mekanisme kerja OJK dan LPS?
B.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian OJK dan LPS
2.      Mengetahui tugas dan wewenang OJK
3.      Mengetahui mekanisme kerja OJK dan LPS



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian OJK dan LPS

1.      Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas jaa keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai tugas dan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.
2.      Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan
Lembaga penjamin simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan undang-undang republik indonesia nomor 24 tentang lembaga penjamin simpanan yang ditetapkan pada 22 september 2004. Undang- undang ini dimulai berlaku efektik 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 september 2005. Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha wilayah republik indonesia wajib menjadi peserta penjamin LPS. (sudarso, 2003, hal. 14)
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah Lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sebagai lembaga yang menjamin simpanan nasabah, LPS sangat berkepentingan terhadap tingkat kesehatan bank baik secara individual maupun secara agregat. Untuk menjaga tingkat kesehatan bank secara individual (micro prudential) maupun secara agregat (macro prudential) diperlukan pengawasan perbankan yang efektif.
Keberadaan LPS dalam sistem perbankan di Indonesia ditegaskan di dalam Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS). LPS bertanggung jawab kepada presiden dan dalam kegiatannya merupakan lembaga independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Independensi LPS mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, LPS tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun termasuk pemerintah kecuali atas hal-hal yang dinyatakan secara jelas di dalam undang-undang LPS.
mengingat bahwa kebijakan penjaminan dapat berdampak pada sektor perbankan dan fiskal, maka di dalam LPS terdapat wakil dari masing-masing otoritas yang berwenang. Keberadaan para wakil otoritas tersebut dimaksud untuk bersamasama merumuskan kebijakan penjaminan yang dapat mendukung kebijakan pada sektor-sektor tersebut. Namun pada pelaksanaan kebijakan tersebut merupakan sepenuhnya tanggung jawab dan kewenangan LPS tanpa dapat dicampurtangani oleh pihak manapun. Sebagai contoh dalam melaksanakan tugas penyelesaian bank yang dicabut izin usahanya, khususnya dalam rangka penjualan/pengalihan aset bank tersebut, LPS tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan pihak luar termasuk pemerintah. (simorangkir, 1998, hal. 10)
3.      Fungsi dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan
Fungsi LPS adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal menjalankan fungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan, LPS mempunyai tugas merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan dan melaksanakan penjaminan simpanan tersebut. LPS dalam menjalankan fungsinya untuk turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan memiliki tugas yaitu:
a.       Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan dalam hal stabilitas perbankan
b.      Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik dan Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik. (Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS)
4.      Nilai-nilai otoritas jasa keuangan
a.       Integritas
Integritas adalah bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
b.      Profosionalisme
Profesionalisme adalah bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan konpetensi yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.
c.       Sinergi
Sinergi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
d.      Inklusif
Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas kesempatan dana masyarakat terhadap industri keuangan.
e.       Visioner
Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke depan (forward loonking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (out of the box thinking). (https://riyanikusuma.wordpress.com)
5.      Tujuan Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas jasa keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan diseluruh sektor keuangan:
1.      Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntable.
2.      Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan.
3.      Mampu melindungi kegiatan konsumen dan masyarakat. (undang Republik Indonesia nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bab III pasa 4)
B.     Tugas dan wewenang OJK
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya, antara lain melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada Lembaga Jasa Keuangan. (Amina, 2012, hal. 8)
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1.      Kegiatan jasa keuangan disektor perbankan.
2.      Kegiatan jasa keuangan disektor pasar modal, dan kegiatan jasa keuangan disektor peransuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Untuk melakukan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:
a.       Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang ini
b.      Menetapkan peraturan perundang-undangan disektir jasa keuangan.
c.       Menetapkan peraturan dan keputusan OJK.
d.      Menetapkan peraturan mengenai pengawasan disektor jasa keuangan.
e.       Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tigas OJK.
f.        Menetapkan peraturan mengenai tatacara penetapan perintah tertulis terhadap lembag jasa keuangan dan pihak tertentu.
g.       Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan.
h.       Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menata usaha kekayaan dan kewajiban.
i.         Menetapkan peraturan mengenai tata cara mengenai sanksi sesuai dengan penentuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan OJK mempunyai wewenang:
1.      Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan.
2.      Mengawasi pelaksanaan tugas pengawsan yang dilaksanakan oleh kepala eksekutif.
3.      Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyedikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan /atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan disektor keuangan.
4.      Memberi perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak tertentu.
5.      Melakukan penunjukan pengelola statuter
6.      Menetapkan penggunaan pengelola statuter
7.      Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
8.      Memberikan dan/atau mencabut:
a.       Izin usaha
b.      Izin orang perseorangan
c.       Efektifnya pernyataan pendaftaran
d.      Surat tanda terdaftar
e.       Persetujuan melakukan kegiatan usaha
f.        Pengesahan
g.       Persetujuan atau penetapan pembubaran
h.       Penetapkan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
C.     Dewan Komisioner
OJK dipimpin oleh dewan komisioner bersifat kolektif dan kolegial. Dewan komisioner ditetapkan dengan keputusan presiden dan beranggotakan 9 (sembilan orang anggota bisa surat tanah ke bank.
D.    Asas-Asas Otoritas Jasa Keuangan
OJK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus berlandaskan pada asas-asas sebagai berikut:
a.    Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.    Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan OJK;
c.    Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
d.    Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur,dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan OJK, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
e.    Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang OJK, dengan tetap berlandaskan pasa kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f.      Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan OJK;
g.    Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. (undang-undang no 21 tahun 2011)
E.     Mekanisme Kerja OJK dan LPS
OJK berkoordinasi dengan BI dalam rangka penanganan bank bermasalah. OJK dan BI membuat peraturan pengawasan dalam pemenuhan modal minimum bank, produk-produk perbankan serta sistem informasi perbankan yang terbentuk secara terpadu. BI dalam pelaksanaan wewenangnya melakukan pemeriksaan khusus terhadap suatu bank tertentu wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK. Dalam pemeriksaan tersebut BI tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan suatu bank.
OJK juga berkoordinasi dengan LPS terhadap suatu bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK. Bentuk koordinasi yang dilakukan antara OJK dengan LPS adalah berupa informasi-informasi berdasarkan penilaian yang dilakukan OJK. LPS juga dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan tugas, fungsi, dan wewenangnya yang didahulukan dengan dikoordinasikan bersama OJK.
Selain itu, OJK juga berkoordinasi dengan :
a.       BI dan LPS untuk melakukan pengawasan bersama dalam rangka mendukung tugas dan wewenang masing-masing lembaga, serta membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi untuk mendukung kegiatan tersebut serta melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap stabilitas sistem keuangan;
b.      Penegak hukum dan instansi, lembaga dan/atau pihak lain yang memiliki
c.       Menteri Keuangan, BI dan LPS untuk mencegah dan menangani kondisi krisis berdasarkan peraturan perundangan mengenai jaring pengaman sistem keuangan;
d.      Otoritas Pengawas Perbankan, Pasar Modal negara lain serta organisasi atau lembaga internasional lainnya. (Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dimuat dalam http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/, didownload tanggal 19 Desember 2017, hal.23-24)
Simpanan nasabah berdasarkan prinsip syariah yang dijamin oleh LPS, sesuai dengan pasal 4 UU No. 24 Tahun 2004, LPS menjalankan fungsi untuk menjamin simoanan nasabah bank dan turut aktif dalam stabilitas sistem perbankan. Selanjutnya berdasarkan pasal 96, pelaksanaan fungsi LPS juga dilaksanakan bagi bank berdasarkan prinsip syariah, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah, yakni PP No. 39 Tahun 2005.
Simpanan nasabah bank berdasarkan prinsip syariah yang dijamin oleh LPS berbentuk sebagai berikut:
1.    Giro berdasarkan prinsip wadiah
2.    Tabungan berdasarkan prinsip wadiah
3.    Tabungan berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah atau prinsip mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank.
4.    Deposito berdasarkan prinsip mudharabah muqayyah yang risikoya ditanggung oleh bank.
5.    Simpanan berdasarkan prinsip syariah lainnya yang diterapkan oleh LPS setelah mendapat pertimbangan Lembaga Pengawas Syariah. (Adrian, 2009, hal. 156)





BAB III
PENUTUP

B.       Kesimpulan
OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai tugas dan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.
Lembaga penjamin simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di indonesia.
Adapun Fungsi LPS adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal menjalankan fungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan, LPS mempunyai tugas merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan dan melaksanakan penjaminan simpanan tersebut.












DAFTAR KEPUSTAKAAN

Adrian, Sutedi. 2009. Perbankan Syariah Tinjauan Dan Beberapa Segi Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sudarso, Heri. 2003. Bank Dan Lembag Keuangan Syariah Deskripsi Dan Ilustrasi, Yogyakarta: Kampus Fakultas Ekonomi UII.
Amina, Zaidatul 2012. Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Simorangkir.1998. Seluk Beluk Bank Komersil, Jakarta: Perbasnas.
Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dimuat dalam http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/, didownload tanggal 19 Desember 2017, hal.23-24)
Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

 

Tidak ada komentar: